Monosodium glutamate atau MSG telah dikenal sebagai salah satu bahan utama penyedap rasa dalam makanan. Reputasi buruknya pun sudah banyak menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Walaupun MSG mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Berawal dari Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, yang tertarik dengan rasa unik dari rumput laut (konbu). Ia menduga bahwa ada komponen yang tidak diketahui dalam makanan tersebut. Kemudian pada tahun 1907, ia memulai sebuah proyek untuk mencoba mengidentifikasi komponen konbu kering tersebut. Dalam waktu setahun, ia menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan tersebut melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya—asam, manis, asin, dan pahit—dan diberi nama umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat). Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah. Tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG, yang berbentuk butiran putih mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa. Namun bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih gurih. Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Hingga saat ini, penggunaan MSG dalam makanan masih menjadi perdebatan. Banyak yang mengatakan bahwa mengonsumsi MSG dapat menyebabkan kebodohan hingga kanker. Apakah itu benar? Sebenarnya, glutamat secara alami dapat ditemukan pada jaringan tanaman dan hewan seperti: tomat, brokoli, jamur, kacang polong, keju, daging, ikan, bahkan pada susu ibu 20 kali lebih besar daripada susu sapi. Yang perlu diketahui, glutamat tidak hanya masuk ke dalam tubuh dengan suplai makanan, tetapi juga disintesa oleh tubuh di mana tubuh membuat sendiri glutamat untuk berbagai keperluan fungsi yang esensial. Pada tahun 1959, Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat mengelompokkan MSG sebagai “Generally Recognized As Safe” (GRAS), sama seperti garam, cuka, dan pengembang kue. Tapi pada tahun 1968, muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang keluhan beberapa gangguan setelah makan di restoran Cina sehingga disebut “Chinese Restaurant Syndrome”. MSG diduga sebagai penyebab utamanya, namun sampai sekarang belum dilaporkan bukti ilmiahnya. Laporan Federation of American Societies for Experimental Biology (FEDSA) pada tahun 1995 juga menyebutkan, secara umum MSG aman jika dikonsumsi dalam batas wajar. Selain itu, mereka menyatakan bahwa tidak ada bukti jika MSG menimbulkan masalah medis yang serius dan berjangka panjang. Sementara untuk penyakit-penyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton, tidak didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG. Sumber : Klikdokter.com
0 comments:
Posting Komentar