Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

About

Kayu Besi Kalimantan

Kayu ulin alias kayu besi semakin langka ditemui. Kekuatannya, terutama jika terkena air, membuat si ‘im muk’ ini diburu-buru orang. Hutan-hutan ulin di Kalimantan pun nyaris habis dieksploitasi. Beruntung, habitat ulin yang lengkap masih bisa ditemukan di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur.

Ulin, belian, tambulian, im muk, atau Eusideroxylon zwageri memang kayu yang luar biasa. Kekuatannya melebihi besi. Kukuh, keras, tak terpatahkan. Terlebih jika terkena air. Warga kompleks perumahan di LNG Badak, Bontang, memanfaatkannya sebagai kayu pelapis pada saluran pembuangan air.



Terancam Punah
Nama ulin meroket seiring dengan fungsinya yang meluas. Belakangan, begitu sulit menemukan pohon yang satu ini, meskipun di habitat asalnya, Kalimantan. Eksploitasi besar-besaran ulin di masa lalu membuat pohon ini musnah di beberapa negara, dan menjadikannya flora yang dilindungi di tanah air. Perdagangan dan pemanfaatannya mendapat pengawasan ketat dari pemerintah.
Di awal tahun 1900-an, ulin banyak ditemukan di kawasan Asia tenggara, seperti Pulau Sumatra, Bangka, Belitung, Kalimantan, Kepulauan Sulu, Sabah, Sarawak, dan Pulau Palawan di Pilipina. Kini, hanya satu-dua pohon yang menghuni bagian tengah dan selatan Sumatera, seperti di Musi Banyuasin, Jambi, dan Indragiri. Meski tergolong luas, hutan ulin di Kalimantan makin menyempit. Paling hanya taman nasional seperti TN Kutai dan TN Tanjung Putting, serta Kebun Raya Lempakai saja yang melindunginya.
Biasanya, pohon dengan ketinggian antara 30-35 meter dan diameter antara 60-80 cm ini banyak ditemui di hutan dataran rendah hingga pada ketinggian 400 meter  dari permukaan laut. Ia tumbuh secara sporadis di antara tegakan hutan alam yang didominasi famili Dipterocarpaceae. Kadang tumbuh berkelompok, sering nampak sendiri di antara jenis pohon lainnya.
Ciri utama ulin adalah batangnya yang lurus dengan banir yang tumbuh tidak secara melingkar. Kulit pohonnya licin, berwarna kuning atau kelabu muda. Ulin yang sudah dipotong akan menghitam jika lama terendam air. Tekstur kayunya kasar, sangat keras sehingga sulit digergaji, dan baunya aromatis.
Pohon yang tak banyak cabangnya ini memperbanyak diri dengan buah dan biji. Ulin bisa tumbuh dengan baik di tanah yang mudah meresapkan air, biasanya pada tanah berpasir. Meskipun menyukai udara lembab, ulin bisa tumbuh di daerah kering. Hingga umur 3 tahun, ulin tak butuh banyak cahaya. Setelah itu, sedikit demi sedikit membutuhkan cahaya sampai penuh.
Umurnya Seribu Tahun
TN Kutai bisa disebut surga bagi tanaman ulin. Dengan luas 198.629 ha, separonya berupa hutan ulin-meranti-kapur. Tak salah jika dikatakan TN Kutai memiliki hutan ulin terluas di Indonesia. Di sini, ulin tersebar hampir di seluruh kawasan. Biasanya berasosiasi dengan jenis famili Dipterocarpaceae seperti meranti (Shorea spp), keruing (Dipterocarpus cornutus), dan kapur (Dryobalanops aromatika).
TN Kutai juga memiliki fosil hidup, sebatang ulin raksasa yang berumur lebih 1000 tahun. Ulin ini tumbuh di kawasan wisata alam Sangkima, 30 km dari Jalan Bontang-Sangatta, dan memiliki diameter 2,47 meter. Dua kali lingkaran tangan manusia normal. Sayang, ujung batangnya terbelah akibat tersambar petir. Namun, bagian bawahnya tumbuh dengan subur.
Kini, sulit menemukan ulin berdiameter lebih 80 cm. Biasanya setelah mencapai diameter 60 cm, ulin ditebang. Nilai ekonomis kayu ini sangat tinggi akibat tingginya permintaan. Di pasaran internasional 1 meter kubik ulin harganya mencapai USD 1000.


Jembatan dari kayu ulin di Kampung Air, Bontang Kuala
Karena tingginya nilai jual ini, hutan ulin di TN Kutai sering dijarah. Berdasarkan data TN Kutai tahun 2001, pada tahun 1999 ada 7.280 meter kubik ulin yang dicuri. Tahun 2000 meningkat menjadi 13.805, dan tahun 2001 menjadi 19.825. Ini belum termasuk penjarahan kayu lain seperti meranti dan bengkirai. Terbatasnya jumlah petugas penjaga hutan, menurut Sugeng Jinarto –jagawana Balai TN Kutai wilayah Sangatta—membuat petugas sulit mengawasi pencurian kayu dan illegal lodging di dalam kawasan TN Kutai.
Berdasarkan penelitian Tagawa Hideo dan Nengah Wirawan dari WWF, potensi ulin di TN Kutai cukup besar. Paska kebakaran hutan tahun 1983 di TN Kutai  misalnya, volume kayu ulin minimal 155 meter kubik per ha. Sedang volume maksimal mencapai 815 meter kubik. Itu berarti setiap ha ada sekitar 542 batang kayu ulin. Keberadaan ulin, menurut Wirawan, bisa dipertahankan, asal tak ada upaya perusakan oleh masyarakat. Dan, tegakan kayu ulin di TN Kutai bisa menjadi sumber biji dan bibit untuk perluasan tanaman. Ini berarti, jika hutan ulin di TN Kutai masih utuh, maka besar kemungkinannya untuk menumbuhkan kembali ulin-ulin di daerah lain. Namun jika sebaliknya, musnahlah ulin di Indonesia.
Aneka Guna Ulin
Legenda ulin tak lepas dari pemanfaatannya, baik oleh petinggi kerajaan di masa lalu maupun masyarakat lapis bawah. Kerajaan Kutai Kartanegara di Tenggarong misalnya, sudah lama memanfaatkan ulin untuk membangun istana raja. Sultan AM Sulaiman (1850-1899) menggunakan ulin sebagai bahan utama istananya yang anggun walau sederhana. Lalu Sultan AM Alimuddin (1899-1910) membangun istana ulin dua lantai, tak jauh dari istana lama. Baru setelah Sultan AM Parikesit mendirikan istana baru yang lebih kokoh dari beton pada 1936, ulin hanya tinggal penghias jendela dan pintu keraton.
Ulin juga menjadi andalan masyarakat Kampung Air di Bontang Kuala untuk membuat perkampungan di atas laut. Tonggak-tonggak dari kayu ulin setinggi lebih dua meter, mencuat dari balik air laut. Tonggak ini penuh diselubungi kerang-kerangan berwarna putih, yang muncul seiring pasang datang. Meskipun demikian, tombak-tombak ulin ini begitu kuat menyokong ratusan rumah kayu dan jembatan penghubung di setiap rumah. Seolah kehidupan masyarakat di sini tak bisa dipisahkan dari kayu besi ini. Apalagi rumah ulin  bisa bertahan lebih 30 tahun.

kapal dari kayu ulin di Panajam
Orang Bugis yang menjadi pengrajin kapal kayu di Pantai Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim, sudah berabad-abad menggunakan ulin sebagai bahan penyambung badan kapal. Paku ulin ini dibentuk menjadi silinder kecil, lalu dipotong-potong sesuai dengan ketebalan bagian kapal yang disambung. “Kami tak menggunakan paku besi, tapi paku ulin. Karena lebih kuat dan tidak betagar (berkarat, pen),” kata H Rachmad Lubis, pengrajin kapal kayu setempat. Kapal ini, kata Lubis, bisa bertahan antara 15-20 tahun.
Sisa-sisa ulin juga mereka manfaatkan sebagai atap rumah maupun galangan kapal. Sisa-sisa ulin ini dibentuk menjadi kotak-kotak kecil yang disebut sirap. Sementara serbuk ulin yang dihasilkan dari sisa pembuatan kapal, digunakan sebagai bahan pengulas kayu. Caranya, serbuk ulin bersama serbuk kayu lainnya dibakar, lalu asapnya digunakan untuk membengkokkan kayu –umumnya bangkirai, halaban, atau bungur– agar mudah dibentuk.
Perdagangan dan Eksploitasi
Sabah dulunya merupakan pengekspor ulin utama dunia. Di tahun 1987 misalnya, negara bagian Malaysia ini mengekspor 3.836.070 meter kubik ulin. Lima tahun kemudian ekspornya tinggal 7.350 meter kubik karena habisnya hutan ulin di sana. Eksploitasi ulin di bagian selatan Kalimantan dilakukan oleh para pemegang HPH dan penduduk setempat yang dikoordinir oleh penjual ulin. Para transmigran di Kaltim bahkan menebang dan menjual ulin sebagai penghasilan tambahan selain bertani.
Ulin memang banyak manfaatnya. Selain untuk konstruksi bangunan, perkapalan, dan pengairan, ulin bisa dibuat perabot rumah tangga. Derasnya permintaan dari Jepang, Amerika, dan negara-negara Eropa, membuat negara penghasil ulin semakin mengeksploitasi hutan ulinnya. Kini, setelah ulin menjadi barang langka, baru dilakukan pengawasan ketat terhadap perdagangan kayu ‘emas’ ini. Indonesia misalnya, melarang ekspor ulin ke luar negeri. Selain itu, pohon ulin baru boleh ditebang jika sudah memiliki diameter minimal 60 cm. Sedang Sarawak hanya membolehkan ekspor ulin dalam bentuk kayu gelondongan dan kayu lapis dengan ijin khusus.
Budidaya ulin paska penebangan nampaknya sulit dilakukan. Minimnya regenerasi ulin di hutan bekas tebang disebabkan sulitnya mendapatkan bibit ulin serta kondisi tanah di hutan yang rusak. Namun ulin bisa tumbuh subur di hutan-hutan alam secara alami, misalnya di hutan TN Kutai. Kerusakan TNK bisa menjadi indikasi kerusakan hutan ulin di Indonesia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar